Tradisianime.com – Di dunia manga dan anime yang penuh karakter heroik dan kisah penuh harapan, Chainsaw Man datang sebagai badai liar yang mengacak-acak semua ekspektasi. Manga karya Tatsuki Fujimoto ini bukan sekadar cerita tentang pertarungan antara manusia dan iblis. Ia adalah perjalanan eksistensial yang brutal, berdarah, dan kadang absurd—di mana pahlawan kita bukan simbol moral, tapi korban dunia yang terlalu rusak untuk diselamatkan.
Dunia yang Dibangun dari Ketakutan
Chainsaw Man berlatar di dunia alternatif Jepang, di mana iblis muncul dari rasa takut manusia. Iblis-iblis ini bukan hanya makhluk jahat, tetapi manifestasi nyata dari fobia kolektif: iblis senjata, iblis kegelapan, iblis bom, bahkan iblis zombie. Mereka kuat karena manusia percaya bahwa mereka menakutkan—dan itulah yang membuat mereka nyaris tak terkalahkan.
Untuk mengatasi ancaman ini, dibentuklah organisasi pemburu iblis. Tapi jangan harap mereka adalah pahlawan. Sebagian besar hanya alat negara, penuh intrik, saling memanfaatkan, dan siap mengorbankan siapa pun demi misi.

Denji: Pahlawan Gila dengan Impian Sederhana
Di tengah dunia yang kejam ini, hadir Denji—anak yatim piatu yang dibebani utang orang tuanya, hidup di bawah garis kemiskinan, dan rela menjual ginjal serta mata demi bertahan hidup. Bersama Pochita, iblis gergaji mesin yang menjadi sahabat sekaligus senjata, Denji memburu iblis demi uang recehan.
Namun saat ia dikhianati dan dibunuh, Pochita berkorban untuk menyatu dengannya. Denji pun bangkit sebagai Chainsaw Man, manusia setengah iblis dengan gergaji mesin menyembul dari tangan dan kepalanya. Tapi kekuatannya bukan untuk menyelamatkan dunia. Ia hanya ingin hal-hal sederhana: makan roti panggang, tidur di kasur empuk, dan menyentuh seseorang yang ia cintai.
Denji bukan pahlawan ideal. Ia kasar, lugu, kadang bodoh. Tapi justru itulah kekuatan Chainsaw Man—ia menunjukkan bahwa bahkan orang paling rusak sekalipun punya hak untuk hidup dan bermimpi.
Kekerasan dan Darah sebagai Bahasa Emosi
Chainsaw Man dikenal karena adegan kekerasan yang sangat grafis. Darah, tubuh terpotong, ledakan, dan jeritan menjadi pemandangan sehari-hari. Tapi di balik kekacauan itu, ada emosi yang jujur. Kekerasan bukan glorifikasi, melainkan ekspresi penderitaan, rasa tidak aman, dan kemarahan yang tak tersalurkan.
Setiap karakter membawa luka. Power, iblis darah yang narsis tapi takut kesepian. Aki, pemburu iblis dengan dendam mendalam tapi tahu ia sudah tak punya masa depan. Makima, wanita misterius yang tampak sempurna namun menyimpan ambisi mengerikan. Semua terlibat dalam kisah yang tidak mengenal bahagia selamanya.

Chainsaw Man: Kritik Sosial Berkedok Aksi
Di balik humor gelap dan visual gila, Chainsaw Man menyentil banyak hal. Denji sering diperlakukan bukan sebagai manusia, tapi alat. Ia ditipu, dimanipulasi, dan dijadikan pion dalam permainan besar. Tapi meski terus dijatuhkan, ia tetap bangkit—bukan karena semangat kepahlawanan, melainkan karena ia tidak tahu cara lain untuk hidup selain terus maju.
Penutup: Pahlawan yang Tak Akan Diselamatkan
Chainsaw Man adalah kisah tentang pahlawan gila di dunia yang lebih gila lagi. Ia tidak berusaha menjadi teladan, tidak memberi harapan manis, tapi justru menunjukkan realita pahit yang dikemas dalam cerita unik, sadis, sekaligus menyentuh.
Bagi kamu yang bosan dengan cerita klise, Chainsaw Man adalah ledakan segar yang tak bisa ditebak. Ia adalah karya yang berani menghancurkan aturan dan membangun dunia yang membuat kita bertanya: apa arti hidup jika semua yang kita percayai ternyata bohong?